Dinas Koperasi dan UKM Daerah Istimewa Yogyakarta bekerja sama dengan pemerintah kalurahan Donoharjo atas rekomendasi dari Kanjeng Pangeran Haryo Purbodiningrat Anggota DPRD DIY menggelar Pelatihan Peningkatan Kemampuan dan Ketrampilan bagi Wirausaha Baru bertempat di Embung Jetis Suruh, Donoharjo, Ngaglik, Sleman pada Jumat 19/11/2021.

Seto Aji Kusumantoro, Ulu ulu kalurahan Donoharjo mengatakan bahwa kegiatan ini bertujuan untuk memberdayakan, menumbuhkan kreativitas dan meningkatkan ketrampilan di kalangan para ibu dan remaja putri sehingga bertambah terampil, mandiri dan bermanfaat untuk meningkatkan pendapatan keluarga. Apalagi ecoprint ini bahannya ada di sekitar kita, ramah lingkungan dan punya prospek ekonomi yang menjanjikan.

Hadir sebagai narasumber Dwi Djuwati pengrajin ecoprint dengan brand Demaya mengatakan bahwa ecoprint berasal dari kata Eco ( ekosistem/alam) dan print yang artinya mencetak. Jadi ecoprint adalah teknik memberi pola dan warna pada kain atau bahan dengan menggunakan bahan alami dari tumbuhan seperti bunga, daun , akar, batang, dan bagian tumbuhan yang lain.
Ecoprint tidak menggunakan bahan kimiawi atau sintetis, jadi sangat ramah lingkungan dan tidak menimbulkan pencemaran.

“Media untuk membuat pola adalah kain katun, sutra , kanvas atau bahan lain berserat. Warna dasar berasal dari kayu secang, jolawe, kulit kayu jambu, tingi, manjakani atau kulit kayu mahoni. Sedangkan bahan untuk membuat pola biasa nya menggunakan daun jati muda, godong Lanang, jimitri, daun Afrika, jarak kepyar, daun kenikir, randasemaya, dan sebagainya” jelas Dwi yang telah memulai usaha ecoprint sejak tahun 2013 tersebut.

Prosesnya pun terbilang sederhana dibandingkan dengan batik tulis.
” Prosesnya meliputi pencucian kain, mordan dengan menggunakan tawas untuk mempertahankan warna dasar dan membuka pori-pori kain, pewarnaan kain , penempelan daun sesuai pola , blanket/transfer warna ke kain, penggulungan kain agar posisi daun tidak berubah, kemudian diikat kencang agar air tidak masuk ke kain, proses selanjutnya, pengukusan selama 2 jam bertujuan agar warna daun keluar dan menempel dengan sempurna , setelah itu kain dibuka dan dibersihkan dari daun yang menempel, baru dilakukan penjemuran dan penyimpanan selama 2 Minggu untuk kemudian dilakukan fiksasi atau penguncian warna dengan tawas sehingga warna tidak luntur. Selanjutnya kain dicuci menggunakan lerak dan dijemur . ” papar Dwi yang memiliki usaha di Triwidadi Pajangan Bantul tersebut.

Pembuatan ecoprint terbilang unik dan eksklusif karena motif dan warna yang dihasilkan dalam setiap pembuatan tidak akan sama.
” Setiap pembuatan hasilnya berbeda-beda meskipun bahan dan teknik yang digunakan sama. Hal ini dipengaruhi oleh proses pencelupan warna dasar, teknik menggulung, lama pengukusan dan intensitas sinar matahari saat menjemur kain. Selalu ada kejutan ketika proses pembuatan telah selesai karena hasil ecoprint kadang kala di luar dugaan ” kata Dwi.

Di akhir kegiatan, Dwi berpesan untuk memperoleh hasil yang maksimal jangan bosan bereksperimen dan berinovasi.

“Dengan banyak mencoba kita menjadi tau bahan dan teknik yang tepat untuk menghasilkan ecoprint berkualitas. Hal ini berguna untuk menyesuaikan dengan selera pasar yang kian dinamis. Peluang bisnis ecoprint juga masih terbuka lebar apalagi masyarakat semakin sadar menjaga kelestarian alam dan cenderung menggunakan bahan alami yang ramah lingkungan agar terhindar dari pencemaran baik tanah, air,dan udara” pungkas Dwi.(Upik Wahyuni/KIM Donoharjo)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *