Batik merupakan ciri khas budaya bangsa Indonesia. Kehadiran tidak hanya sebatas kain tradisional tapi menjadi simbol kekayaan adat dan budaya Indonesia yang diakui dunia internasional. Dengan ditetapkannya batik sebagai Budaya Tak Benda Warisan Manusia oleh UNESCO pada tanggal 2 Oktober 2009 sudah menjadi tanggung jawab kita bukan saja melestarikan tetapi juga mengembangkannya menjadi produk kebanggaan bangsa.
Demikian dikatakan Sri Purnomo Ketua Dekranasda Sleman saat membuka Workshop dengan tema Studi Desain Seni Batik yang digelar oleh Asosiasi Batik Sleman Mukti Manunggal
dan dikemas dalam acara “Ngaji Batik” di Gedung Dekranasda Sleman pada Kamis 19/01/2023.
Lebih lanjut mantan Bupati Sleman tersebut mengatakan bahwa peluang pasar bagi bisnis batik masih terbuka lebar seiring dengan minat masyarakat yang kian meningkat. Belakangan para perajin batik mengembangkan dengan desain, motif, bahan yang kian beragam ditandai dengan munculnya batik khas dari berbagai daerah di tanah air.
“Mengoptimalkan potensi batik merupakan langkah positif untuk mengenalkan daerah masing-masing di mata dunia dengan mencari pangsa pasar yang lebih luas. Tentu saja ini menjadi tantangan bagi perajin batik untuk selalu kreatif, terus berinovasi tanpa meninggalkan ciri khas yang dimiliki. Apalagi Sleman memiliki motif Parijoto Salak yang bisa dikembangkan dan dikombinasikan dengan motif-motif lain baik yang tradisional maupun modern. Workshop semacam ini sangat diperlukan agar para perajin di Sleman ini terus berinovasi mengembangkan motif batik untuk menjawab tantangan pasar.
” Sebuah produk jangan sampai berhenti berinovasi karena kalau stagnan konsumen akan jenuh dan akan beralih ke produk lain yang lebih variatif dan banyak pilihan.”jelas Sri Purnomo.
Sejalan dengan hal tersebut, Abdul Syukur pemilik Galeri Batik Taman Lumbini selaku narasumber workshop memaparkan bahwa motif merupakan elemen pokok dalam seni batik.
“Motif merupakan bentuk dasar atau esensi dari karya seni kerajinan batik. Setiap motif batik yang ditampilkan memiliki arti dan makna sendiri terlebih untuk batik motif tradisional klasik. Namun demikian hal itu tidak membatasi untuk dikembangkan, dikombinasikan sesuai dengan perkembangan jaman dan permintaan pasar” kata Abdul Syukur tersebut.
Seperti halnya batik Sleman dengan motif khas berupa Parijoto Salak memiliki corak atau motif yang cukup unik bisa dikembangkan dan dikombinasikan dengan dengan motif tradisional seperti Kawung, parang, truntum, grompol, jawah liris dan masih banyak lagi. Atau juga bisa dikombinasikan dengan kreasi baru yang kita punya.
Bisa juga dikembangkan dengan motif ragam flora fauna atau mengangkat kearifan lokal potensi/keunggulan daerah masing-masing.
Kreatitas mengembangkan motif batik tidak menutup kemungkinan menampilkan motif baru tidak saja Parijoto Salak, sehingga kreativitas masih terbuka sangat lebar untuk bersama sama mengembangkan batik Sleman.
“Karya batik itu harus tumbuh tidak boleh terkungkung oleh aturan yang mengikat meskipun tidak meninggalkan ciri khasnya” kata Abdul Syukur.
Dengan pengembangan motif ini diharapkan akan menambah keterampilan dan variasi desain motif batik di Sleman sehingga batik semakin naik kelas , tetap elegan dan semakin diterima oleh masyarakat. (Upik Wahyuni KIM Donoharjo)