
Selain masalah budidaya, wirausaha bidang pertanian juga menghadapi kendala pemasaran produk. Kendala ini antara lain sifat produk pertanian yang mudah rusak, volumenya yang berat dan memerlukan banyak tempat mengakibatkan petani dengan keterbatasan modal cenderung cepat menjual produknya dengan harga yang rendah bahkan tidak jarang petani dipermainkan oleh para tengkulak.
Demikian dikatakan Maniso, salah seorang pengelola pasar lelang di titik kumpul sayur Perkumpulan Petani Hortikultura Puncak Merapi (PPHPM ) Bunder, Kalurahan Purwabinangun, Kapanewon Pakem saat ditemui pada acara Pelatihan Kewirausahaan Bagi Kelompok Tani yang diprakarsai oleh Pemerintah Kalurahan Donoharjo bekerjasama dengan Dinas Pertanian Pangan dan Perikanan Kabupaten Sleman, Kamis (31/3/2022).
Maniso mengatakan bahwa salah satu cara untuk mengatasi rendahnya harga yang diterima petani adalah dengan membuat titik kumpul produk pertanian dengan konsep kemitraan, seperti dilakukan oleh PPHPM yang kini memiliki 14 titik kumpul tersebar di wilayah Sleman.
Sayuran yang telah terkumpul di masing-masing titik kumpul kemudian diangkut ke pasar lelang hortikultura di Bunder Purwabinangun setiap sore. Selanjutnya sayuran dilakukan proses grading berdasarkan kualitasnya.
Harga dibuka pada jam 15.00 WIB dengan mengumpulkan informasi harga tertinggi yg ada di pasar Gamping, Muntilan, dan pasar lain di wilayah Yogyakarta. Kemudian pada jam 15.00 itu pula sayuran dilelang diikuti oleh para pedagang yang tidak saja berasal dari Yogyakarta tetapi sampai ke wilayah Kudus, Demak, Purwodadi.
“Dengan proses lelang tersebut akan diperoleh harga yang bersaing dan lebih tinggi dibandingkan bila dijual ke tengkulak, di samping itu penentuan harga menjadi lebih transparan dan petani puas karena jerih payahnya lebih dihargai,” terang Maniso.
Menurutnya, untuk menjaga kepercayaan para pedagang kuncinya ada 3 yaitu kuantitas, kontinuitas, dan kualitas. Banyaknya barang atau tonase yang mencukupi harus selalu terjaga, demikian pula untuk kontinuitas, ketersediaan barang harus stabil dan mencukupi.
“Sebagai upayanya kami memberikan benih timun baby secara gratis kepada kelompok tani mitra karena sejauh ini timun baby merupakan produk unggulan di sini. Permintaan masih sangat besar, untuk timun baby 8 ton per hari, sedangkan gambas dan pare 1 ton per hari. Dalam waktu dekat lombok teropong juga akan menjadi produk unggulan. Sayangnya, stok kita masih jauh dari permintaan,” jelas Maniso.
Untuk menjaga kualitas, titik kumpul selalu melakukan seleksi atau grading sayuran sesuai dengan mutu yg telah ditetapkan. Hal ini berguna untuk menentukan harga pada masing masing grade. “Grading bisa berdasarkan besar kecilnya barang, bentuk, tingkat kematangan, dan lain-lain,” kata Maniso.
Berdasarkan pengalamannya, Maniso mengaku produk hortikultura Sleman kualitasnya luar biasa seperti kacang panjang dan timun tidak ada duanya karena memiliki rasa berbeda dan daya simpan yang lebih tahan lama.
Untuk menjaga kualitas dan kontinuitas sayuran ini, pihak pasar lelang dan titik kumpul PPHPM melakukan pendampingan terkait budidaya sayuran mulai dari pemilihan bibit, pengolahan lahan, penamanan, pemeliharaan, sampai dengan penanganan saat panen kepada kelompok tani mitra.
Sejauh ini titik kumpul sayur baru menerima komoditi timun baby, tomat, terong, gambas, kacang panjang, labu siam, buncis dan jagung manis. “Sayuran lainnya seperti kangkung, sawi, umbi-umbian dan lainnya pada dasarnya diterima di pasar lelang akan tetapi masih menghadapi masalah kontinuitas karena sampai saat ini belum ada kelompok tani yang menggarap produk tersebut secara lebih serius,” papar Maniso seraya menambahkan bahwa hal ini sebenarnya memberikan peluang yang sangat besar kepada kelompok tani di wilayah Sleman untuk kerjasama dengan pasar lelang titik kumpul sayur PPHPM. (Upik Wahyuni/KIM Donoharjo)