Sabtu, 20/5/23 Bupati Sleman berkenan meresmikan Mushala Al-Ikhlas yang berada di Kompleks Panti Asuhan Bina Remaja yang berada di Padukuhan Banteran Donoharjo Ngaglik Sleman. Panti Asuhan Bina Remaja merupakan salah satu cabang kegiatan YPKBR (Yayasan Pendidikan Kesejahteraan Bina Remaja ) Donoharjo selain SLB Tunas Kasih 1 yang terletak di Balong Donoharjo dan SLB Tunas Kasih 2 di Turi Sleman.
Pada peresmian mushala yang pembangunannya menghabiskan dana 70 juta rupiah yanh berasal dari para donatur itu, Ibu Bupati menyatakan rasa senang dan bangga akan diresmikannya mushala Al-Ikhlas dan berharap pembangunan dan peresmiannya bisa menambah iman dan takwa anak didik.
” Kemarin, beberapa perwakilan pengurus datang ke rumah dinas Bupati meminta saya untuk memberi nama Mushala ini. Atas beberapa pertimbangan maka Mushala ini saya beri nama Mushala Al-Ikhlas. Alasan saya, karena keluarga besar ini tidak mudah melayani anak berkebutuhan khusus sehingga dibutuhkan keikhlasan. Kita harus menyadari bahwa semua orang memiliki potensi masing masing. Ada kelemahan tapi juga ada kekuatan. Dengan niat hati ikhlas, dibina terus menerus untuk menjadi Insan yang selalu bersyukur kepada Allah SWT”.
Pada acara Halal Bihalal Keluarga Besar YPKBR tersebut usai diresmikan Ibu Bupati dengan penandatanganan Prasasti dan pemotongan pita, juga dilanjutkan peninjauan ke ruang karya anak difabel dampingan YPKBR.
Sementara itu, Bapak Sri Purnomo yang berkenan menyampaikan hikmah syawalan menjelaskan bahwa syawalan adalah momentum untuk semakin meningkatkan Iman dan Takwa.
“Syawalan merupakan budaya yang berasal dari tanah jawa, mengembang ke wilayah lain di Indonesia. Menurut Bapak Quraish Shihab, syawal artinya meningkat, yaitu meningkat menjadi orang yang lebih bertakwa. Karena itu mari kita jadikan monentum syawalan ini untuk meningkatkan kualitas diri kita untuk menjadi orang yang lebih beriman bertakwa”, demikian disampaikan Bapak Sri Purnomo.
“Syawal dari bahasa Arab tapi orang Arab tidak melaksanakan. Umar Kayam pernah menyebutkan bahwa syawalan merupakan akulturasi (suatu proses sosial yang timbul manakala suatu kelompok manusia dengan kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur dari suatu kebudayaan asing. Kebudayaan asing itu lambat laun diterima dan diolah ke dalam kebudayaannya sendiri tanpa menyebabkan hilangnya unsur kebudayaan kelompok itu sendiri) antara budaya Jawa dan Islam. Pasalnya, cara ini banyak digunakan ketika dulunya Islam mulai bersinggungan dengan budaya Jawa dan kerap menimbulkan ketegangan”, jelas Bapak Sri Purnomo.
“Kegiatan syawalan ada di Indonesia pada
2 abad sebelum Indonesia merdeka di Surakarta. Pangeran Mangkunegara 1 memerintah pada tahun 1757 -1795. Selama 38 tahun menjadi raja, Sultan Pangeran mangkunegara 1 paling benci kepada belanda sehingga selama memegang kekuasaan terjadi perang melawan penjajah sampai 250 kali. Setiap peperangan selalu timbul korban 2 belah pihak, hingga oleh pihak VOC pangeran Mangkunegara 1 diberi gelar Pangeran Samber Nyowo”.
“Pada masa itu, tanggal 1 syawal kalender Sultan Agung diadakan acara ngabekten pertama kali. Para abdi dalem datang ngabekti , sungkeman mengaku salah dan memohon maaf yang dilestarikan sampai sekarang sebagai acara syawalan. Acara syawalan kembali dipopulerkan oleh Presiden pertama kita, Bapak Ir Soekarno”, jelas Bapak Sri Purnomo lagi (Endarwati/KIM Donoharjo)