“Sebagai desa wisata, maka kami berusaha sekeras tenaga bagaimana mampu mengimplementasikan sapta pesona yaitu Aman, Tertib, Bersih, Sejuk, Indah, Ramah dan Kenangan”.

Demikian disampaikan oleh I Ngengah Moneng, Ketua Kelompok Sadar wisata Panglipuran , Bangli , Bali pada acara peningkatan kapasitas Pamong Kalurahan dan perwakilan Kelembagaan Donoharjo di Desa Pulau Dewata yang disemelnggarakan 8-12 Okt 24.

“Sapta Pesona merupakan program pemerintah untuk memaksimalkan industri pariwisata. Tujuannya untuk memberikan pelayanan prima kepada wisatawan, terutama yang datang ke desa wisata. Dengan sapta pesona, diharapkan wisatawan akan betah dan tinggal lebih lama, bahkan akan menjadi kenangan dan berulang kali hadir kembali lagi di Panglipuran sehingga dana masuk akan lebih tinggi”.

“Terima kasih, kami haturkan atas kehadirannya, karena kehadiran para tamu juga membawa rejeki bagi kami. Dari pendapatan Tiket, parkir, pembelian kuliner, souvenir dan lain-lain. Tentu menjadi kewajiban kami, bagaimana kenyamanan tamu sangat penting untuk diupayakan”.

Beliau menyadari bahwa tujuan kehadiran rombongan adalah bagaimana cara untuk mensejahterakan masyarakat. Yang perlu disadari bahwa karakteristiknya tentu berbeda. “Yogyakarta adalah kota yang istimewa tentu ada bagian yang berbeda dengan kami di Bali. Silahkan diambil yang bisa diimplementasi”.

” Desa Panglipuran memiliki Luas 112 ha, Penduduk jika 1.300 jiwa dan 250 KK. Seperti biasa kami di Bali berdasar filosofi konsep tri hita karana, yaitu tiga sebab kebahagiaan jika mampu mengimplementasikan hubungan harmonis manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia dan manusia dengan lingkungan”.

“Dirintis antara tahun 1989 dan 1990, konsepnya waktu itu merupakan desa konservasi pelestarian adat dan lingkungan.
Mendapat dana dari Pemerintah pusat, maka mulai diatur agar pedagang berdagang di pekarangannya, diatur drainasenya dan lain-lain. Tahun 1993 dianggap layak dan ditetapkan sebagai desa wisata. Namun sampai tahun 2011 tidak ada perhatian dari desa adat”.

Pada Tahun 2011 itu, datang Bank Indonesia dan Balikopda yaitu sebuah lembaga yang bergerak di bidang wisata berbasis masyarakat, di fasilitasi Balikopda secara intensif selama 4 bulan. Mulai menyusun RPJM, rapat kerja, job deskripsion, maupun struktur organisasi”.

“Pada tahun 2013 ditunjuk lomba dan pada tingkat nasional mendapat juara 1 serta mendapat Citra award. Selanjutnya mengikuti lomba homestay, lomba proklim, dan setiap tahun memperoleh juara tingkat nasional, asean dan internasional serta penghargaan ISTA (Indonesia Sustainable Tourism Award) pada tahun 2017, dan masuk dalam Sustainable Destinations Top 100 versi Green Destinations Foundation”.

Strategi yang dilakukan, yang pertama membangun komitmen pada tokoh masyarakat dan semua elemen masyarakat.
“Awalnya berat dan banyak kata kata sinis. Padahal Bali penting untuk pertumbuhan ekonominya. Setelah dirasakan mendapat keuntungan dari pariwisata, lama lama sadar”.

“JIka dihitung, 3 ribu lebih perhari tiket terjual dengan harga 30 ribu, maka perbulan 1 M dari tiket dan parkir. Di samping itu ada yang jual souvenir dan kuliner dimana menurut laporan belanjanya lebih dari kali lipat penghasilan tiket dan parkir. Itu artinya sekitar 4 M dana bersirkulasi di desa Panglipuran”, jelas I Ngengah Moneng.

“Kehidupan kami betul betul berubah.
Dulu untuk upacara banyak menjual aset, sekarang tinggal melakukan kegiatan, pariwisata meningkat”.

“Terima kasih karena banyak kontribusi baik dari Pemerintah, akademisi juga media. Pada tahun 2016 menjadi salah datu dari 3 desa terbaik di dunia”.

“Ini menjadi tanggungjawab berat untuk mempertahankan. Karena itu kami bekerjasama dengan BUMN, BUMD, kelembagaan dan organisasi. Terakhir dari PELINDO (BUMN) 1,2 M hanya untuk menata di hutan bambu.”

“Yang jadi masalah sekarang adalah bagaimana menjaganya dalam pelestarian profesi, pelestarian budaya maupun menjaga lingkungan. Menjadi kewajiban Masyarakat Adat untuk mengedukasi. Kelompok TK, SD jika libur panjang dididik agar mencintai, melaksanakan, melakukan dan mengenal adat budaya serta lingkungan. Pendidikan juga melalui organisasi saka taruna”.

“Tentang kebersihan sudah rencanakan. Ada sistem, sub sistem dan aturan. Dilibatkan DLH, PKK dibantu masyarakat dan kepala lingkungan, juga melibatkan non pemerintah dari yayasan bank sampah. Sebagai Penanggungjawab PKK untuk sampah organik untuk diolah menjadi kompos. Adapun sampah un organik di tempat umum dikerjakan oleh petugas dengan digaji diatas UMK. Ada aturan dilarang membuang limbah cair di luar pekarangan dan ada aturan dilarang menjual tanah keluar warga dan harus melapor”, ungkapnya.

“Semoga desa wisata penglipuran mampu melestarikan budaya lingkungan management berbasis masyarakat.
Bagi wisatawan yang hadir bisa sharing untuk meningkatkan kesejahteraan dan bagi wisatawan asing maupun domestik diharapkan juga bersedia mentaati tata tertib yang kami miliki,” ujar I Ngengah Moneng mengakhiri perbincangan. (Endarwati/KIM Donoharjo)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *