Dalam rangka menggerakkan kembali kesenian jathilan dan untuk melestarikan seni budaya sekaligus melakukan regenerasi para pemain, maka kesenian jathilan Kudho Mudho Prakoso menggelar pentas seni.
Demikian disampaikan Dukuh Wonosari Ibu Sartini di sela pagelaran kesenian sabtu 21/10/23 di Padukuhan Wonosari Donoharjo.
Pentas diselenggarakan sebanyak 6 babak dimana babak pertama terdiri dari 6 penari putra dan 4 penari latar putri dimana mereka masih duduk di bangku Sekolah Dasar.
“Babak kedua berupa tari klasik bapak-bapak yang terdiri dari 8 penari. Babak ketiga terdiri dari 8 penari ibu-ibu dan remaja putri yang disebut dengan sekar gayatri”.
” Bapak keempat disebut babak bagusan dengan penari 8 remaja putra, babak kelima terdiri dari 8 penari putri, kolaborasi dengan grup penari dari Ngepring Purwobinangun Pakem dan babak terakhir merupakan kreasi baru putra disebut sebagai babak Satrio Ngamboro juga dengan 8 penari”, jelas Bu Sartini.
Sementara itu Bapak Hudi Wantoro sebagai pembina sekaligus pawang menjelaskan bahwa seni kuda lumping atau jathilan Kudho Mudho Prakoso berdiri sekitar tahun 1986.
“Ketua kelompok atau sesepuh paguyuban adalah almarhum Bapak sugeng dan almarhum Bapak Gito dimana Beliau berdua sudah meninggal dunia. Sekarang sebagai ketua Bapak Margiyanto,S.Pd yang sekarang juga menjabat sebagai Kepala Sekolah di Kulon Progo”.
Bapak Hudi juga menjelaskan bahwa tujuan pementasan untuk menyambut hari sumpah pemuda dan Hari ulang tahun paguyuban seni jathilan kudho mudho prakoso yang ke 37. Selain itu ditujukan untuk menggugah generasi muda agar lebih mencintai budaya lokal yang adi luhung.
“Alhamdulillah antusiasisme masyarakat luar biasa dari semua elemen masyarakat kami yang sangat haus dengan hadirnya budaya lokal yang adiluhung yang mampu menyatukan visi kami mulai dari anak2 sampai yg sepuh-sepuh, walaupun sebenarnya juga harus mengeluarkan dana yang lumayan besar untuk ukuran kami. Namun Alhamdulillah semangat warga dengan dukungan donatur dan sponsor akhirnya bisa menutup pendanaan tersebut”.
“Kendala awal sebenarnya banyak misalnya
biaya pementasan, perijinan terutama masalah waktu dan waktu latihan namun dengan kekompakan dan komitmen bersama semua kendala bisa terlewati dengan lancar dan Alhamdulillah sukses”, jelas Pak Hudi.
“Harapan kami utk generasi muda, saat ini generasi muda sudah mulai berada dalam satu alur rel yang baik utk selalu nguri-uri budaya kearifan lokal kita. Nantinya dengan sering berkumpul latihan bersama mengkreasi dan menyusun koreo gerak tari bersama, mengkreasi tata gending bersama, Insya Allah ketergantungan dgn gadget, smartphone sedikit demi sedikit akan berkurang dan yang jelas akan memupuk rasa tanggung jawab mereka akan tugas masing-masing di paguyuban. Itu yang lebih utama,” tandasnya. (Endarwati)