Para peternak hewan pemamah biak (ruminansia) seperti sapi, kambing, domba biasanya dihadapkan pada permasalahan ketersediaan pakan. Hal ini berkaitan dengan kondisi iklim tropis, dimana pada saat musim kemarau mengalami kekeringan sehingga ketersediaan bahan pakan hijauan sangat sulit didapatkan, sebaliknya pada musim hujan, hijauan melimpah bahkan stok sangat berlebih dibandingkan yang dipergunakan.
Ketersediaan Hijauan Makanan Ternak (HMT) yang tidak kontinyu tersebut menjadi masalah bagi peternak mengingat pakan merupakan sarana produksi terpenting untuk keberhasilan usaha peternakan.
“Pada saat musim hujan pun menjadi kendala manakala hujan berhari hari dan peternak tidak bisa mencari rumput untuk pakan. Bagi peternak yang memiliki hewan di bawah 5 ekor mungkin masih bisa diatasi tapi bagi pemilik puluhan atau ratusan ekor akan menjadi masalah besar” kata Albertus Budi Setiawan peternak sapi dari Donolayan,
Donoharjo, Ngaglik Sleman saat ditemui Minggu 14/11/2021.
Untuk mengatasi permasalah tersebut , ia mengolah dan mengawetkan pakan ternak dengan membuat silase yaitu pakan hijauan yang difermentasi.
“Proses nya sederhana, bahannya pun ada dan melimpah di sekitar kita. Bahan yang digunakan meliputi bahan utama bisa hijauan misalnya tanaman jagung (ketebon), rumput gajah, kolonjono atau jenis rumput2an yang lain, jerami padi, jerami kacang, jerami kedelai atau bahan limbah lainnya seperti janggel jagung, kulit jagung dll ditambah komponen pakan konsentrat berupa dedak padi atau bekatul, dan bahan aditif atau probiotik misalnya Efektif Mikroorganisme untuk peternakan (EM 4) dan tetes tebu ” papar pemilik 19 ekor sapi jenis Simental dan Limosin yang dipelihara di kandang kelompok Dono Mulyo padukuhan setempat.
Awalnya dibuat campuran konsentrat dan probiotik dengan cara melarutkan 1 liter air , 50 ml tetes tebu, 30 ml EM4 kemudian dicampurkan sampai rata ke dalam 5 kg dedak.
“Pemberian EM4 ini untuk memperbaiki Mikroorganisme pada sistem pencernaan sehingga membantu dalam pertumbuhan dan kesehatan ternak” kata Budi.
Proses pembuatan silase juga sederhana, bahan baku berupa hijauan, dilayukan 2 hari untuk mengurangi kadar air kemudian dichoper atau dipotong potong 3 sampai 10 cm, bisa ditambahkan bahan lain seperti kulit singkong kering, jerami atau bahan limbah lain, kemudian dimasukkan ke dalam tong dengan ketebalan sekitar 40cm dan dipadatkan untuk mengurangi rongga udara, selanjutnya ditaburkan campuran konsentrat dan probiotik yang sudah disiapkan sebelumnya sebanyak 2-3 genggam. Untuk lapisan berikutnya tambahkan lagi bahan baku , padatkan , taburkan campuran konsentrat probiotik. Demikian seterusnya hingga berlapis-lapis dan tong penuh , lapisan paling atas ditutup rapat dengan konsentrat probiotik sampai kedap udara.
Setelah itu tong ditutup rapat agar tidak ada udara yang masuk karena proses ini anaerob.
Selanjutnya silase tersebut dibiarkan atau diperam minimal 3-7 hari.
“Bila proses fermentasi berhasil dan tidak mengalami pembusukan, warna tetap hijau (tidak berubah ) dan baunya seperti tape maka silase siap digunakan untuk pakan ternak” kata Budi yang juga pemilik UPR (Usaha Perikanan Rakyat ) Budi Fish Farm tersebut.
Pemberian silase pada ternak ruminansia dapat secara langsung maupun dicampur dengan hijauan lain bisa juga ditambahkan konsentrat yang biasa dipakai atau membuat campuran sendiri berupa bungkil kedelai, tepung jagung, ampas jagung, bungkil sawit dedak, bekatul ampas bir, kulit kopi dll.
“Berdasarkan pengalaman, silase dapat meningkatkan nafsu makan ternak dan mengurangi bau tidak sedap dari kotoran yang dihasilkan” ungkap Budi.
Silase dapat disimpan dalam jangka waktu yang lama bahkan sampai 1 tahun dan tetap terjaga kualitasnya, sehingga bisa dijadikan pakan alternatif pada ternak pada musim apapun terutama pada saat kemarau panjang, kekeringan atau saat peternak kesulitan mendapatkan hijauan. (Upik Wahyuni/KIM Donoharjo)