Dinas Sosial Daerah Istimewa Yogyakarta , DPRD Propinsi DIY menggelar kegiatan Penguatan Nilai Nilai Kesetiakawanan Sosial melalui Restorasi Sosial Berbasis Budaya Jawa untuk Mewujudkan Kesejahteraan sosial pada Sabtu 9/10/2021 bertempat di aula kalurahan Donoharjo.
Agus Setyanto dari Dinas Sosial DIY dalam pengantarnya mengatakan bahwa kegiatan ini bertujuan untuk mengembalikan nilai nilai luhur budaya dan etika berbasis budaya Jawa yang semakin memudar karena tergerus oleh globalisasi dan modernisasi. Melalui kegiatan ini diharapkan dapat memelihara budaya dan etika yang adiluhung seperti sopan santun, gotong royong, saling menghargai, toleransi, tata krama termasuk unggah ungguh dalam berbahasa Jawa.
“Kita bukan anti globalisasi apalagi dengan derasnya informasi yang tidak terbendung, hanya saja kita harus pintar memilih dan memilah informasi dan budaya yang sesuai dengan pribadi sebagai orang Jawa” kata Agus dalam acara yang juga diisi dengan penampilan Campursari pimpinan Sumarno Purbocarito.
Hadir sebagai narasumber dalam acara tersebut Suwarno seorang budayawan sekaligus tenaga pengajar di Universitas Negeri Yogyakarta memaparkan bahwa upaya mengembalikan budaya Jawa seperti toleransi, sopan santun, unggah ungguh bisa dimulai dari lingkungan terkecil yaitu keluarga.
“Bisa dimulai mengajarkan anak-anak dengan tata krama, unggah ungguh ataupun membiasakan memakai bahasa Jawa di rumah. Kalau sudah terbiasa maka akan menjadi sebuah budaya dan selanjutnya akan berkembang sebagai kepribadian” papar Suwarno yang juga Ketua Dewan Kebudayaan Sleman tersebut.
Dalam budaya Jawa terdapat sikap adiluhung seperti ngapurancang yaitu sikap atau posisi berdiri dengan tangan berada di bawah pusat, dengan posisi kaki direnggangkan disertai dengan sikap santai dan hormat. Kemudian menggunakan jempol untuk menunjuk ke suatu arah yang berarti menghormati orang yang berada di depannya.
Ada juga sikap yang disingkat IMAN yaitu inggih (iya), mangga (silahkan), amit Sewu ( minta maaf) dan matur nuwun (terima kasih).
Suwarno juga menjelaskan bahwa dalam budaya Jawa, kesempurnaan hidup seseorang jika memiliki 5 hal
“Yang pertama dilambangkan dengan keris artinya memiliki pekerjaan. Kedua wisma artinya memiliki rumah. Ketiga Turangga atau jaran atau kuda merupay lambang kepemilikan kendaraan. Keempat kukila yaitu punya kesenangan yang bisa menghasilkan, wirausaha dan kelima memiliki wanita atau istri.
Ia pun memaparkan tentang bekal setelah menikah yaitu momong artinya mengayomi dimana bagi perempuan artinya bisa melayani. Kedua momot maksud nya mboten gampil ugungan ananging mboten gampil runtik, kalau dipuji tidak mudah besar kepala namun jika dicela tidak mudah patah hati. Ketiga momot maksud nya bisa ngemot ala becike garwa. Kesempurnaan cinta itu kalau bisa mencintai yang tidak sempurna, untuk berdua akan menjadi sempurna, keempat mosik yaitu pintar mengelola uang dan kelima murakabi atau bermanfaat.
Dalam kesempatan tersebut hadir KPH Purbodiningrat anggota Komisi A DPRD DIY yang menyambut baik kegiatan tersebut sebagai langkah positif mengupayakan agar wong Jawa ora ilang Jawane. (Upik Wahyuni/Endarwati/KIM Donoharjo)