Ngaglik – Gunung Merapi yang akhir akhir ini menunjukkan peningkatan aktivitas vulkaniknya membuat semua pihak harus meningkatkan kewaspadaan dan kesiapsiagaan. Begitu pun dengan para relawan yang bergerak dalam kebencanaan di Kalurahan Donoharjo seperti Merapi Lowo Rescue, Rajawali (Komunitas kebencanaan), Destana (Desa Tanggap Bencana) Donoharjo, Relado (Relawan Donoharjo) maupun komunitas Konco Briker Donoharjo terus menyatukan langkah guna mengantisipasi kemungkinan di saat bencana gunung Merapi yang bisa datang sewaktu-waktu.
Sebagai langkah nyata gabungan komunitas ini mendirikan posko bencana yang berlokasi di Kompleks Kantor kalurahan Donoharjo, Kapanewon Ngaglik, Kabupaten Sleman.
“Pendirian posko di sini karena Donoharjo merupakan penyangga daerah rawan bencana Kalurahan Purwobinangun. Dengan adanya posko gabungan akan mempermudah koordinasi, menyatukan langkah, mematangkan persiapan baik sumberdaya dan tenaga agar saat bencana datang terkoneksi dan terkondisi dengan baik,” kata Agus Hardiyo Pancoro, Ketua Destana Donoharjo, Senin (16/11/2020).
Agus menyatakan bahwa di posko gabungan ini dilengkapi dengan alat monitor yang dihubungkan langsung dengan pengamatan kegempaan atau seismograf dan monitor yang terhubung dengan CCTV yang berada di Pos Pengamatan Balerante, Kemalang, Klaten.
“Sebetulnya ada beberapa alat pemantau kegempaan yang dipasang oleh BPPTKG (Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi) tetapi kita pilih yang berada di Balerante karena lokasi yang relatif dekat dengan posko disini dan sama-sama berada di selatan atau tenggara dari puncak Merapi. Lokasi pengamatan di Balerante hanya berjarak sekitar 5 km dari puncak Merapi,” ujarnya.
Dari monitor pantau (CCTV) tersebut bisa diamati situasi puncak Merapi secara visual baik mengenai situasi puncak/kawah, asap kawah serta intensitas asap kawah dari sedang hingga tebal, selain itu bisa terlihat cuaca cerah maupun hujan, arah angin, kecepatan angin dari lemah hingga kencang, suhu udara sekitar, kelembaban udara dan lain-lain.
“Saat gunung Merapi alami letusan pun bisa dilihat tinggi kolom erupsi di atas puncak, begitu pun warna dari kolom asap,” lanjut Agus.
Agus menerangkan, melalui pengamatan seismograf bisa terlihat kegempaan yang terjadi berupa gempa hembusan, gempa guguran , gempa hybrid/fase banyak dan gempa vulkanik dangkal. Dari alat itu pula bisa diamati intensitas kegempaaan, amplitudo dan durasi kegempaaan.
Selain mengamati dari pantauan seismograf dan CCTV, posko juga dilengkapi dengan radio komunikasi yang terhubung dengan posko pengamatan Balerante dan juga berbagai komunitas relawan Merapi sehingga mempermudah dalam proses mitigasi dan penanganan Bencana.
Agus menambahkan bahwa posko gabungan ini disepakati di Kalurahan Donoharjo yang berada sekitar 15 km dari puncak Merapi. “Donoharjo berada di ring 3, harapannya bila terjadi erupsi besar dan pos pengamatan Balerante harus dikosongkan, maka CCTV dan seismograf bisa langsung diamati dan dibaca dari sini,” jelas Agus.
Agus menambahkan bahwa anggota di posko gabungan ini ada sekitar 105 orang yang berjaga selama 24 jam dengan sistem piket 15 personel per hari dan akan berjaga kembali setelah 1 minggu kemudian kecuali dalam keadaan genting atau memaksa.
“Pengamatan dilakukan terus menerus selama 24 jam apalagi saat ini status Merapi adalah Siaga. Hal ini dilakukan agar perkembangan dan perubahan status Merapi diketahui dengan cepat sehingga kita juga melangkah dengan cepat sesuai skenario yang sudah disepakati. Modalnya sebetulnya hanya satu yaitu semangat dan ikhlas dalam mengabdi karena bagi kami keselamatan warga adalah nomor satu,” pungkas Agus. ( Upik Wahyuni/KIM Donoharjo).