
Untuk bisa mencapai efisiensi, petani-petani yang berskala kecil harus melakukan korporasi yaitu penggabungan beberapa kelompok tani. Muaranya untuk meningkatkan kesejahteraan bersama para petani.
“Jika skala ekonomi kuat, posisi tawar kuat, harapannya mampu menentukan harga dan kesejahteraan lebih meningkat,” ujar Dibyo Warasta, Kepala UPTD (Unit Pelaksana Teknis Daerah) BP4 (Balai Penyuluhan Pertanian Pangan dan Perikanan) Wilayah 4 Sleman dalam kegiatan Pelatihan Kewirausahaan bagi Petani yang diselenggarakan Dinas Pertanian Pangan dan Perikanan Kabupaten Sleman di Aula Kalurahan Donoharjo, Kapanewon Ngaglik, Kabupaten Sleman, Kamis (31/3/2022).
Lebih lanjut Dibyo menjelaskan bahwa rata-rata pemilikan dan penguasaan lahan petani tidak lebih dari tiga ribu meter persegi. Hal ini menyebabkan kesulitan pemasaran karena jumlah sedikit, juga sulit membedakan grade-nya karena grade A sangat sedikit sehingga kalah dan harga menjadi terlalu rendah.
“Karena itu perlu korporasi, para petani bergabung lalu dipasarkan bersama. Agar bisa penuhi standar 3K yaitu kualitas, kuantitas, dan kontinuitas. Sortasi ABCD, harga tertinggi di A, sementara B lebih rendah dan seterusnya. Dalam istilah orang Jawa ‘ono rego ono rupo’. Jika tidak ada sortasi, dianggap sama sehingga semua dianggap rendah,” jelas Dibyo.
Jika jumlahnya banyak, harga juga kompetitif, sehingga bisa mengendalikan harga. “Era sekarang ini, produk kompetitas menjadi sangat penting. Kontinuitas dan stok juga dibutuhkan. Selain itu juga dibutuhkan kepastian barang. Berkaitan dengan kepastian, dalam wirausaha perlu mengidentifikasi potensi yang ada di sekitar kita,” jelas Dibyo lagi.
Untuk menambah wawasan peserta pelatihan tentang korporasi petani, peserta juga diajak untuk melakukan studi lapangan di Koperasi PPHPM (Pusat Pertanian Hortikultura Puncak Merapi) Sleman di Bunder Purwobinangun Pakem.
Taufik Ridwan, pemegang manajemen keuangan PPHPM, tujuan dibentuk koperasi PPHPM untuk melindungi petani agar kesejahteraan meningkat. PPHPM sebagai titik kumpul langsung ke pedagang tidak melalui tengkulak sehingga harapannya harganya menjadi lebih tinggi.
Taufik Ridwan juga menjelaskan bahwa di titik kumpul sayur pada pukul 4 sore petani sudah mulai setor. Berikutnya hasil panen ditimbang, sortasi, lalu diinput pakai laptop. “Input menggunakan laptop harapannya setiap hari tahu omsetnya,” jelasnya.
Lebih lanjut Taufik Ridwan menjelaskan siapa saja yang menjadi mitra titik kumpul. Pertama petani sebagai produsen dan supplier produk. Kedua titik kumpul dari daerah lain, yang intinya agar semua untung. Dan ketiga pedagang karena sebagai titik kumpul PPHPM menyadari posisi berada di tengah antara petani dan pedagang. “Penting membuat sistem agar petani mendapatkan harga tertinggi tapi pembeli juga tidak terlalu berat,” terang Taufik Ridwan.
Koperasi setiap bulan selalu menghitung omset pendapatan kotor dan keuntungan dan mengokasikan dana khusus untuk petani. “Meski tidak banyak tapi jika dikumpulkan cukup, misalnya untuk sosialisasi atau kegiatan lain. Kita anggarkan 10 persen untuk petani. Saat ini kita anggarkan pengadaan benih timun baby dan berharap ke depan juga bisa menganggarkan benih yang lain,” papar Taufik Ridwan.
“Yang jelas, kita tidak hanya sekedar mencari keuntungan tapi bagaimana agar sukses bersama,” pungkasnya. (Endarwati)