
Pemberitaan tentang KDRT (Kekerasan Dalam Rumah Tangga) akhir akhir ini berhasil menyedot perhatian publik, kejadian tersebut sekaligus memantik kesadaran masyarakat betapa pentingnya melawan KDRT sebagai salah satu kekerasan yang terjadi di ranah personal karena para pelaku adalah orang yang kenal baik dan berada dekat dengan korbannya bisa suami, istri, anak, orang tua, cucu atau anggota keluarga lainnya. Kejadian KDRT bisa terjadi pada keluarga siapapun tanpa memandang ras, usia, agama , gender, status sosial, bahkan tingkat edukasi atau pendidikan.
” Karena rumah tangga merupakan hal yang private , sulit bagi orang lain untuk mengetahui apa yang terjadi pada keluarga tersebut, sehingga KDRT bak fenomena gunung es, yang hanya sedikit terlihat pada permukaan saja, padahal kasus2 KDRT banyak sekali yang tidak dilaporkan dengan berbagai alasan misalnya , masih bergantung secara ekonomi, kekhawatiran terhadap status perkawinan, masih berharap pelaku bisa berubah, teror jika korban berani melapor ataupun perasaan malu dan tidak ingin mengungkapkan hal tersebut dan menganggapnya pengalaman itu sebagai aib yang harus ditutupi keberadaan nya ” kata Trias Anita dari PKBI (Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia) cabang Sleman saat menjadi pembicara pada pertemuan rutin PKK kalurahan Donoharjo yang bertempat di Aula kalurahan Donoharjo pada Sabtu 22/10/2022.
Lebih lanjut ia mengatakan ada beberapa jenis KDRT diantaranya kekerasan fisik, psikis, seksual ekonomi maupun sosial.
“Kekerasan fisik adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit parahnya lagi bisa membuat nyawa korban terancam bahkan sampai meninggal dunia.”kata Anita.
Pun, kekerasan fisik mengakibatkan seseorang merasa takut, trauma, depresi, hilang nya rasa percaya diri dan merasa tidak berdaya.
“Mengucapkan kata kasar, menghina, mengancam, atau memaksa termasuk kekerasan psikis yang korbannya bisa mengalami gangguan kejiwaan.” papar Anita.
Menelantarkan keluarga, melarang korban untuk bekerja tanpa alasan yang jelas, dan melarang korban untuk bersosialisasi dengan lingkungan sekitar juga termasuk KDRT.
Kabanyakan korban KDRT tidak berani melaporkan kasus kekerasan , padahal semakin lama akan semakin membahayakan korban.
” Umumnya kekerasan dalam rumah tangga selalu terjadi dalam pola berulang. Pelaku mengancam , melakukan kekerasan, bahkan setelahnya pelaku tidak segan meminta maaf dan berjanji berubah. Akan tetapi kejadian KDRT tersebut kembali berulang seperti halnya sebuah siklus. Semakin lama bertahan dalam hubungan yang tidak sehat maka akan makin parah dampak fisik dan mental korban”kata Anita.
Anita menambahkan, Banyak hal yang bisa dilakukan bila menjadi korban KDRT diantaranya dengan minta pertolongan orang terdekat misalnya tetangga, keluarga atau teman.
“Berpikirlah untuk melawan jangan menyalahkan diri sendiri, simpan barang bukti kemudian melapor ke pihak kepolisian atau lembaga layanan atau lembaga bantuan hukum terdekat untuk melindungi korban dan membantu menyelesaikan kasus KDRT.” Ungkap Anita.
Ada Beberapa tempat bagi korban KDRT untuk mencari pertolongan diantara nya Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak(P2TP2A) yang berada di 34 propinsi seluruh Indonesia atau melapor ke kepolisian terdekat maupan melapor ke unit perlindungan perempuan dan anak seperti PKBI Sleman” pungkas Anita. (Upik Wahyuni KIM Donoharjo)