Tari Angguk berasal dari Tari Dolalak Purworejo. Pada tahun 1950-an, Tari Dolalak diperkenalkan dan dikembangkan di Kulon Progo. Tari Angguk diyakini berasal dari zaman Belanda sebagai ungkapan rasa syukur kepada Tuhan setelah panen padi. Untuk merayakannya, para pemuda bernyanyi, menari, dan menganggukkan kepala. Di sini, lahirlah seni yang dikenal sebagai anggukan.

Pertunjukan Tari Angguk biasanya dilaksanakan di beranda rumah atau di pendopo. Tarian ini sangat unik dan mencontohkan keanggunan gerak dan keharmonisan antar pemainnya. Tari Angguk biasanya dibawakan oleh sekelompok penari wanita yang mengenakan pakaian adat Jawa. Pertunjukan ini telah menjadi bagian integral dari budaya Jawa dan sering ditampilkan di berbagai acara adat seperti upacara, pernikahan, hari jadi desa, dan festival budaya.

Tari Angguk bercirikan gerakan kepala yang lembut dan luwes. Para penampil melangkah dengan anggun sambil menekuk tubuh dan kepala secara ritmis. Gerakan-gerakan ini melambangkan nilai-nilai budaya Jawa tentang kehalusan, kesopanan, dan keramahan. Selain gerak, musik memegang peranan penting dalam tarian Angguk. Biasanya digunakan musik tradisional Jawa seperti gamelan atau iringan lainnya. Ritme dan harmoni musik mengarahkan gerakan penari, menciptakan suasana yang khas, dan menghidupkan tarian ini.

Tari Angguk juga merupakan salah satu bentuk kesenian yang menggambarkan keharmonisan antara manusia dan alam. Melalui gerakan yang luwes dan lembut, para penari berusaha mengartikulasikan rasa syukur dan keindahan alam semesta. Selain itu, Tari Angguk mewujudkan berbagai kepercayaan dan nilai tentang hakikat kehidupan, hubungan manusia dengan alam, dan keberadaan manusia dalam masyarakat. Tari Angguk menekankan keselarasan dan keseimbangan dalam kaitannya dengan gerak, melodi, dan penataan ruang. Ini mencontohkan konsep sentral dalam filsafat budaya, yang berpendapat bahwa kehidupan harus mencapai keseimbangan yang harmonis antara semua elemen yang ada.

Hubungan manusia dengan alam semesta digambarkan dalam Tari Angguk dengan gerakan yang lembut dan mengalir, seperti aliran air atau angin. Tarian ini menunjukkan rasa keterkaitan dengan alam dan pemahaman tentang peran manusia dalam ekosistem yang lebih besar. Selain itu, tarian Angguk seringkali mengandung simbolisme dan mitologi yang rumit. Gerakan tarian, kostum, dan narasi tertentu dapat mengungkapkan nilai budaya, spiritual, atau sejarah masyarakat melalui simbolismenya yang mendalam.

Dalam budaya Jawa, tarian Angguk juga sering dikaitkan dengan unsur spiritual. Dalam konteks tertentu, tarian ini dapat berfungsi sebagai saluran ekspresi spiritual dan pengejaran pengalaman transendental, sehingga menghubungkan manusia ke dimensi transenden atau lebih tinggi. Tergantung pada konteks budaya di mana pertunjukan Angguk dilakukan, filosofi budayanya seringkali tersirat. Setiap komunitas atau kelompok pelaku mungkin memiliki interpretasi dan pemahaman yang sedikit unik terhadap nilai-nilai budaya dan filosofis yang terkandung dalam tarian Angguk.
Meskipun zaman terus berkembang, tarian Angguk di Dusun Bakalan tetap ada dan diwariskan secara turun-temurun. Pemuda, kelompok seni, dan komunitas budaya di Dusun Bakalan tetap melestarikan dan mempromosikan Tari Angguk, yang juga berfungsi sebagai daya tarik wisata bagi mereka yang ingin mempelajari kekayaan budaya Indonesia. Dengan demikian, tarian Angguk tidak hanya memperkaya warisan budaya Indonesia, tetapi juga menjadi sarana penting untuk memperkuat identitas dan persatuan masyarakat Dusun Bakalan. Melalui latihan dan pemahaman yang mendalam tentang Tari Angguk, nilai-nilai filosofis tersebut dapat dilestarikan, digali, dan diwariskan kepada generasi mendatang, sehingga memperkaya budaya dan warisan Indonesia secara keseluruhan. (Pratiwi Rahmadanti – KKN PPM UGM Periode 2 Tahun 2023)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *