Sebagai daerah hulu sungai di Daerah Istimewa Yogyakarta, Kabupaten Sleman memiliki peran strategis dalam pengelolaan air sehingga berpengaruh tak hanya pada masyarakat Sleman sendiri, juga bagi masyarakat di Kota Yogyakarta dan Kabupaten Bantul. Termasuk apabila pengelolaan air di Sleman tidak baik, maka akan membawa dampak buruk di hilir sungai.
Demikian disampaikan Saptono Budi Samudra, STP, M.Eng, Dosen Teknik Geologi Fakultas Teknik UGM dalam acara Sarasehan Peringatan Hari Air Dunia ke-30 di Embung Jetis Suruh, Kalurahan Donoharjo, Kapanewon Ngaglik, Kabupaten Sleman, Sabtu (26/3/2022). Sarasehan ini mengambil tema Groundwater: Making The Invisible, Visible yang diadaptasi menjadi Melestarikan Tanah agar Berkesinambungan yang disingkat Mantab.
“Karena itu, maka yang tinggal di atas memiliki aturan yang cukup banyak agar tidak mengganggu air yang masuk ke tanah seperti misalnya tentang kawasan hijau, larangan penebangan pohon, dan aturan lainnya,” jelas Saptono yang akrab dipanggil Mas Kelik ini.
“Selain masalah penyimpanan, juga terkait dengan pencemaran air, maka perlu terus menggugah kesadaran untuk menjaga lingkungan agar kondisi air juga terjaga,” tandas mantan Ketua Karang Taruna Donoharjo periode 1997-2009 ini.
Sementara itu Radhita Matardu Wicaksono, subkoordinator dari Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan DIY menjelaskan bahwa sesuai UU Nomor 17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Air, konservasi sumber daya air ditujukan untuk menjaga kelangsungan keberadaan, daya dukung, daya tampung, dan fungsi sumber daya air yang meliputi perlindungan dan pelestarian sumber air, pengawetan air, pengelolaan kualitas air, dan pengendalian pencemaran air. Upaya melindungi dan memelihara lingkungan adalah demi melindungi air di masa sekarang dan masa akan datang.
Radhita mencontohkan upaya perlindungan air bisa dilakukan dengan cara vegetatif dan cara mekanis. “Teknik konservasi tanah secara vegetatif adalah setiap pemanfaatan tanaman maupun sisa-sisa tanaman sebagai media pelindung tanah dari erosi, penghambat laju aliran permukaan seperti penanaman terasiring, tanaman perdu, maupun penghijauan,” papar Radhita.
Adapun konservasi tanah secara mekanik adalah semua perlakuan fisik mekanis yang diberikan terhadap tanah, dan pembuatan bangunan yang ditujukan untuk mengurangi aliran permukaan dan erosi serta meningkatkan kelas kemampuan tanah melalui pembuatan embung, sumur resapan, serta biopori. (Endarwati/KIM Donoharjo)